Jumat, 16 Mei 2014

penetas telur sekam padi


Laporan praktikum
Mata kuliah penyuluhan
Pemanfaatan Sekam Padi Sebagai Alternatif Penetasan Telur Ayam di Desa Sengon, Kec. Purwosari. Kab. Pasuruan



Kelompok  4

M. Gufron Fanani     115050107111002
M. Fakhrur Rozi       115050107111017
Fery Budi Prasetyo  115050107111025
Bayu Tristianto         115050107111030

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Ayam merupakan unggas yang sudah cukup familiar dengan kehidupan kita, produk-produk makanan dan lauk pauk yang berbahan dasar ayam banyak ditemukan di sekitar kita dan banyak digemari. Boleh dikatakan Ayam dengan berbagai variannya seperti daging dan telur telah menjadi kebutuhan “pokok” hidup kita sehari-hari. Sebagian besar petani di Indonesia masih ada yang menerapkan sistem pengeraman atau penetasan secara tradisional. Penetasan tradisional ini ada yang masih menggunakan induknya (alamiah) dan ada juga yang menggunakan alat tetas yang berupa gabah atau sekam. ( Nawhan, A. 2002)
Unggas adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya unggas merupakan bagian dari ordo Gallifores (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur. (Setioko, 2004)
Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gisi seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah harus fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas. Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja.  Adapun untuk menetaskan telur perlu diperhatikan hal-hal yang menunjang keberhasilan dalam menetaskan. (Parwati.2007)
Unggas merupakan  jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya unggas merupakan bagian dari ordo Gallifores (seperti ayam dan kalkun), dan Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembangbiak dengan cara bertelur.( Yuwanta, T. 2003)
Untuk memperbanyak populasi hewan unggas seperti itik, ayam, dan burung puyuh dibutuhkan cara penetasan telur yang tepat, yaitu pengeraman telur tetas yang akan diperbanyak. Pengeraman ini dapat terjadi jika sifat mengerami telur pada unggas itu telah muncul. Misalnya pada ayam buras, sifat mengerami telur tampak jelas sekali. Pada saat sifat ini muncul, ayam buras tidak akan mau lagi bertelur. Berbeda dengan ayam ras yang sifat mengeramnya dapat diatur atau dihilangkan dari induknya. (Tarmudji. 2000)
Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman sangat tergantung dari jenis hewannya. Semakin kecil hewan, semakin kecil telur yang dihasilkan. Dan, semakin tinggi suhu badan hewan, semakin pendek waktu penetasan telurnya. Bila bentuk telur dan ukurannya seragam, waktu penetasan akan selalu hampir bersamaan.  Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain seperti itik dan puyuh tidak mempunyai sifat mengeram. Dahulu, untuk memperbanyak populasinya hanya dengan seleksi alam, baik oleh induknya maupun oleh lingkungan. Namun saat ini, dengan adanya alat penetas buatan akan mempermudah perbanyakan populasi unggas ini. (Yuwanta, T. 2003)
Penetasan alamiah ialah sebagaimana yang berlangsung sejak jaman dulu hingga sekarang. Cara ini tidak membuat peternak susah-susah karena dengan sendirinya scara naluriah ayam mengeram sampai telurnya menetas, sedangkan penetasan dengan menggunakan alat ialah penetasan yang dibantu oleh peternak dengan cara menyeleksi telur yang baik dan kemudian ditetaskan dengan alat tetas dan dibandingkan dengan alamiah menggunakan alat tetas lebih efisien dan kemungkinan telur yang menetas lebih banyak. ( Parwati.2007 )
Penetasan telur
Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa mengeram. Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh dengan cara menetaskan telur yang sudah dibuahi. Menurut Paimin (2000) penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas). Kapasitas produksi unggas sekali pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir telur. Akan tetapi, untuk mesin tetas sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya (minimal 100 butir telur).
v  Menetaskan telur dengan alat tetas buatan
Penetasan telur dengan alat tetas buatan ini 100% aktivitas penetasan itu membutuhkan campur tangan manusia. Induk unggas itu hanya bertelur dan tidak punya tugas untuk menetaskan telur tetas melalui aktivitas pengeraman. Selama mengeram hingga anaknya disapih, ayam atau unggas itu tidak akan bertelur (Rasyaf, 1990).
Jangka waktu lamanya penetasan yang diperlukan pada masing – masing spesies unggas berbeda satu sama lain. Ada kecenderungan, semakin besar ukuran tubuh dari masing – masing spesies semakin besar pula ukuran telurnya dan semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk menetaskan telurnya. Jangka waktu yang diperlukan untuk penetasan telur pada masing – masing spesie dapat dilihat pada tabel berikut :
                       
            (sukardi, 1999)
v  Syarat – Syarat Penetasan Telur
Agar mencapai hasil yang diinginkan, maka telur yang ditetaskan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
·  Suhu dan perkembangan embrio
Embrio akan berkembang pada suhu ruang penetasan antara 99 – 1010F (35 – 390C), adapun suhu yang umum untuk penetasan telur ayam adalah sekitar 100 – 1040F (38,33 – 39,550C) atau rata – rata sekitar 100,40F. Cara ini bertujuan untuk mendapatkan suhu telur tetas yang diinginkan.
·  Kelembaban dalam induk buatan
Selama penetasan berlangsung diperlukan kelembapan yang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan embrio. Kelembaban yang umum untuk penetasan telur ayam sekitar 60 – 70 %.
·  Ventilasi
Perkembangan normal embrio membutuhkan oksigen (O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) melalui pori – pori kerabang telur. Untuk itulah didalam mesin tetas harus cukup tersedia oksigen.

v  Penetasan dengan Menggunakan Panas Matahari dan Gabah
Matahari merupakan sumber panas yang murah dan di Indonesia hampir selalu tersedia setiap saat. Penetasan telur dengan sumber panas matahari biasanya menggunakan bahan penahan panas atau penyimpan panas berupa gabah, sekam padi ataupun serbuk gergaji.
Jumlah telur tetas yang mampu ditetaskan selama periode penetasan bisa lebih dari 1000 butir, tergantung besarnya alat yang dipakai. Persentase penetasan memang boleh dikatakan kecil, hanya berkisar antara 60-70%. Hal ini dipengaruhi faktor tidak terkontrolnya suhu dan kelembaban udara sehingga kemungkinan besar terserang infeksi jamur atau bakteri dan hanya tergantung pada sinar matahari. Ruangan tempat penetasan diusahakan berventilasi dan bercahaya cukup. Pada prinsipnya pengoperasian alat ini sepenuhnya menggunakan tenaga matahari. Sekam hanya dipakai menyimpan dan menyebarkan panas secara merata pada telur tetas.
Penetsan tradisional ini menggunakan sekam padi (boleh juga menggunakan gabah atau serbuk kayu), alat yang di butuhkan antara lain: kotak pengeraman, keranjang bambu, karung goni dan kotak penetasan. Kotak pengeraman disesuaikan dengan besarnya menurut jumlah keranjang yang dipasang didalamnya. Kotak penetasan juga disesuaikan dengan jumlah telur yang akan ditetaskan. Secara ringkas proses penetasan telur dengan cara ini adalah :
1.      Memilih bentuk telur. Telur-telur yang dipilih tidak terlalu lonjong dan tidak terlalu bulat.
2.      Membersihkan telur yang lulus seleksi untuk ditetaskan satu persatu dengan lap basah.
3.      Menjemur telur tersebut di panas matahari selama 1-2 jam dengan suhu maksimum pada telur mencapai 39° C.
4.      Jemur juga gabah yang akan dipakai selama 3 jam.
5.      Penjemuran sebaiknya dilakukan pada jam 08.00-11.00.
6.      Apabila tidak ada panas / sinar matahari, goreng tanpa minyak (gongso/sangrai) padi kering terlebih dahulu sampai matang tapi jangan sampai gosong atau hangus.
7.      Pemanasan gabah pada hari pertama dilaksanakan satu kali saja, sedang untuk hari kedua dan seterusnya dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 15.00 dengan lama pemanasan 1-2 jam.
8.      Penjemuran gabah menggunakan karung agar mudah diangkat kembali. Agar diperoleh panas merata, tiap karung diisi 2 kg gabah dan harus dibolak-balik.Untuk 170 telur perlu 1,5-2 kg gabah.
9.      Jika pemanasan sudah cukup, telur dan gabah dimasukkan dan disusun dengan rapi dalam keranjang. Lapisan bawah keranjang diletakkan karung goni dan gabah dengan ketebalan kira-kira melebihi tinggi telur dan telur disusun tegak diatas gabah. Pertama sekam dimasukkan didasar keranjang setebal 8-10cm, menyusul telur satu per satu diatur dalam posisi berdiri untuk mempermudah pengamatan, telur diberi kode yang membedakan sisi atas dan bawahnya, kemudian selimutkan dengan karung goni. Diatas telur diletakkan kain atau karung lalu ditutup kembali dengan gabah setebal peletakan gabah dibagian dasar. Kegiatan peletakan gabah telur diulang ulang hingga keranjang penuh. Kemudian keranjang dimasukkan ke dalam kotak pengeraman dan diisi sekam padi.
10.  Keranjang / kotak  pengeraman ditutup dengan tutup keranjang. Letakkan keranjang ini dalam kotak pemeraman yang dasarnya telah diisi gabah.
11.  Isi sela-sela keranjang dengan gabah sampai penuh setinggi keranjang.
12.  Pada hari kedua, semua telur diperiksa dan gabah dipanaskan. Susun gabah pada keranjang dan masukkan dalam kotak pemeraman.
13.  Pada hari ketiga sampai keenam telur tidak perlu diperiksa, tetapi telur tersebut dibalik balik 3 kali sehari dengan keranjang dan gabah baru, kegiatan ini dilakukan sampai hari keenam belas.
14.  Setelah telur sudah beberapa hari di dalam keranjang tercapai telur dipindahkan pada rak penetasan.
15.  Pada rak telur ditaruh pada gabah dan ditutupi kain atau karung dan lakukan juga pembalikan sampai telur menetas.
3.2.4. Keranjang pengeraman, Rak penetasan dan Peti pengeraman
a.       Keranjang pengeraman
b.      Rak penetasan
c.       Peti pengeraman
3.2.5. Spesifikasi Teknis
Alat terdiri dari:
ü  Keranjang pengeraman dari bambu (umumnya tinggi keranjang 70-80 cm dengan diameter 40 cm.
ü  Peti pengeraman (tinggi 100 cm, lebar 70-80 cm dan panjang 180 cm. Dari papan triplek)
ü  Tutup keranjang (dari bambu dengan diameter dalam 40 cm)
ü  Rak penetasan (dari kayu rak paling bawah letaknya 80 cm dari lantai)
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan 
Dari pembahasan dari yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa penetesan tradisional dibedakan menjadi 3 yakni :
a.       Penetasan alamiah (penetasan yang masih menggunakan ayam indukan untuk mengeram telurnya tanpa ada campur tangan manusia didalamnya)
b.      Penetasan buatan (penetasan yang sudah ada campur tangan manusia dengan bantuan alat tetas (lampu dop atau lampu inyak )
c.       Penetasan secara tradisional (menggunakan sekam padi, gabah dll) dengan menggunakan panas matahari dan gabah.
d.      Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa mengeram.
e.       Syarat – syarat penetasan telur : suhu dan perkembangan embrio, kelembapan dalam induk buatan dan ventilasi.

3 komentar:

  1. Gan bisa juga menetaskan telur ayam, biasanya sekamdigunakan untuk telur bebek saja

    BalasHapus
  2. @bopelnews
    Bopelnews Menyediakan Berita Seputar Sepak Bola Terlengkap Dan Terupdate

    Yuk baca sekarang juga berita- berita hangat seputar sepak bola dunia

    BalasHapus